Tuesday, September 06, 2005

Perda K3-2005 Kota Bandung : Akankah Efektif Dilaksanakan?

Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2005 mengenai Penyelenggaraan Ketertiban, Keindahan dan Kebersihan (K3) sudah resmi diundangkan pada tanggal 8 April 2005 dan akan efektif berlaku April tahun 2006. Perda ini akan menggantikan Perda Nomor 6 Tahun 1995 yang dianggap sudah tidak sesuai lagi. Apabila dihitung sejak bulan September ini, maka masih tersisa 7 bulan yang dapat kita gunakan untuk bebenah, agar pada waktunya nanti semua berjalan dengan baik.

Pikiran Rakyat sudah pernah mempublikasikan ketentuan K3 ini pada bulan Maret, berarti sudah 5 bulan terlewati. Jika hingga sekarang masih ada masyarakat Kota Bandung yang belum mengetahui keberadaan Perda K3, tentunya sangat disayangkan. Artinya, sosialisasi masih belum maksimal. Padahal ini Perda yang istimewa dan sangat penting diketahui oleh semua masyarakat Bandung karena berhubungan erat dengan aktivitas kita sehari-hari.

Sekedar mengingatkan kembali, ada 67 butir kegiatan masyarakat Bandung yang diatur lengkap dengan sanksinya. Diantaranya adalah ketentuan untuk menyeberang jalan, naik/turun kendaraan umum, penggunaan jalan, membuang sampah, pemasangan portal/polisi tidur dan lain-lain. Sanksi per jenis pelanggaran berupa denda dan pidana kurungan. Denda administrasi bervariasi dari Rp 250 ribu hingga Rp 50 juta. Sedangkan sanksi pidana adalah kurungan paling lama 3 bulan. Sebagai contoh, setiap pengguna jasa angkutan umum yang naik/turun tidak pada tempat pemberhentian yang telah ditetapkan akan dikenai denda maksimal Rp 250 ribu, sedangkan mendirikan tempat untuk kegiatan perjudian dapat diganjar denda Rp 50 juta. Merokok pada ’tempat yang salah’, diancam sanksi hingga Rp 5 juta.

Yang menarik adalah tidak ditetapkan secara eksplisit sanksi minimum dari setiap pelanggaran. Apakah ini bisa diartikan bahwa pelangaran terhadap ketentuan larangan kegiatan perjudian bisa dikenakan denda Rp 50 juta sekaligus bisa juga tidak didenda sama sekali? Perda juga masih cukup banyak memberikan ruang untuk perbedaan penafsiran, sehingga mungkin diperlukan pedoman tertulis lebih rinci yang bisa dijadikan pegangan warga dan aparat penegak hukum.

Endi Sungkono (Pikiran Rakyat, 27 Maret 2005)
, pernah menulis dengan tuturan menarik hubungan kebiasaan merokok dengan Perda K3. Tulisan tersebut secara tidak langsung menunjukkan potensi masalah yang akan muncul. Ini baru dari satu aspek saja, yaitu merokok. Berapa banyak masalah akan mengemuka apabila ke-67 aspek yang diatur Perda diulas juga. Misalnya saja, bagaimana jika dibuat tulisan yang sama untuk kebiasaan kita berkendaraan umum atau membuang sampah?

Pada kesempatan lain, penulis sempat mendengar komentar salah seorang pengamat ahli di sebuah radio swasta beberapa waktu yang lalu. Pada intinya, pengamat tersebut menyoroti berbagai kelemahan Perda baik dalam hal proses pembuatannya, isi, sosialisasi hingga keefektifan implementasinya. Walaupun diyakini bahwa Pemda dan DPRD sudah melakukan analisis mendalam sehingga sampai pada keputusan untuk mengeluarkan Perda K3 yang baru, apa yang disampaikan pengamat tersebut perlu dipertimbangkan karena merupakan masukan berharga.
Dengan mempertimbangkan bahwa Perda K3 2005 akan mengatur aktivitas sehari-hari warga dan pengunjung Kota Bandung tanpa kecuali, penulis ingin menyampaikan [kembali] beberapa hal yang mudah-mudahan mendapat perhatian dari Pemda dan DPRD. Hal-hal tersebut adalah :

1. Mohon diyakinkan bahwa sudah semua warga Bandung mengetahui ketentuan-ketentuan dalam Perda tersebut sebelum efektif diterapkan. Kalau perlu maksimalkan semua alternatif aliran informasi yang ada. Mulai dari media massa (koran, televisi, radio), lembaga formal dan non formal, media promosi outdoor, leafleet dan lain-lain. Jika perlu bagikan secara gratis Perda kepada setiap KK di Kota Bandung. Ini untuk menjaga jangan sampai warga Kota Bandung kaget pada saatnya, sehingga tidak siap dan melakukan aksi-aksi yang negatif. Lebih cepat reaksi masyarakat diketahui, tentunya akan lebih baik.

2. Siapapun yang nantinya memiliki kewenangan menindak setiap pelanggaran (apakah Kepolisian ataupun aparat Pemda/Satpol PP) dilandasi oleh pendekatan pencegahan bukan pembiaran yang dilanjutkan pengenaan sanksi. Penulis berkeyakinan, Perda ini dibuat agar masyarakat Kota Bandung memenuhi aturan K3 bukan sebaliknya dan juga bukan sebagai salah satu wahana peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana yang telah disampaikan Walikota, Bapak Dada Rosada.

3. Banyaknya butir pelanggaran dan besarnya sanksi sangat rawan menimbulkan penyalahgunaan baik oleh aparat maupun masyarakat. Oleh sebab itu, diupayakan agar penilaian kinerja aparat diukur dari makin berkurangnya pelanggaran yang terjadi bukan dari banyaknya pelanggaran yang ditemukan dan dikenakan sanksi. Dengan demikian antara tujuan yang melandasi Perda K3 nyambung sampai ke tingkat implementasi.

4. Karena di dalam Perda tersebut tidak diatur ketentuan mengenai pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparat, mohon ketentuan mengenai ini juga di-Perda-kan serta disosialisasikan pada masyarakat.

5. Sangat diharapkan, semua fasilitas K3 disiapkan secara memadai sebelum Perda diterapkan. Misalnya, tempat penyebarangan jalan, tempat pemberhentian angkutan umum, tempat pembuangan sampah dan sebagainya. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi warga dan pengunjung Kota Bandung untuk tidak mentaatinya.

6. Bagaimana semua kegiatan yang mendukung pelaksanaan K3 ini diakomodasi dalam APBD/DASK Pemda Kota Bandung? Berapa besar dan apakah dananya memadai? Bagaimana mekanisme pengelolaan dan pengawasan dana yang terkumpul dari pelanggaran K3? Walaupun akan diperlakukan sebagai Penerimaan Daerah, tentunya lebih baik jika dana tersebut dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk perbaikan fasilitas publik yang terkait dengan K3.

Sebagai perbandingan, penulis ingat betul bagaimana besarnya resistensi masyarakat pada peraturan penggunaan helm dan sabuk pengaman. Tetapi setelah ketentuan itu diterapkan, pada akhirnya masyarakat dapat menerima. Ada dua alasan utama yang menurut penulis menyebabkan keberhasilan ini. Pertama, masyarakat tidak punya pilihan lain selain mengikuti aturan tersebut dan aturannya diterapkan tanpa pandang bulu. Kedua, biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk memenuhi ketentuan (yaitu, membeli helm atau memasang sabuk pengaman) relatif murah dan usaha yang perlu dilakukan (agar tidak melanggar) juga mudah.

Pengalaman keberhasilan kewajiban penggunaan helm dan sabuk pengaman, mudah-mudahan dapat dijadikan contoh untuk penerapan K3. Memang akan lebih sulit karena aspek yang diaturnya lebih banyak dan kompleks. Tetapi dengan kesungguhan, niat baik serta persiapan yang matang, penulis yakin implementasi Perda K3 akan berhasil dan mendapat dukungan dari masyarakat pencinta Kota Bandung.

1 Comments:

At July 22, 2006 4:35 PM, Anonymous Anonymous said...

Hi! Just want to say what a nice site. Bye, see you soon.
»

 

Post a Comment

<< Home