Monday, August 21, 2006

Palestina, Israel dan Lebanon – Part 2

Konflik militer Israel-Hizbullah (Hezbollah) memasuki babak baru, yaitu genjatan senjata atas prakarsa PBB setelah menewaskan lebih dari 1.000 orang Libanon dan ‘hanya’ sekitar 160 orang Isreal. Menurut berita, ini terjadi melalui Resolusi 1701 Dewan Keamanan PBB setelah lobi-lobi intensif Perancis-Amerika Serikat dan didukung oleh desakan beberapa negara, termasuk Indonesia.

Apakah genjatan senjata ini berada di ‘jalur yang benar’ untuk sebuah perdamaian hakiki di Timur Tengah? Mungkin saja, mungkin juga tidak. Menurut pendapat spekulatif saya, Amerika Serikat akhirnya setuju melakukan genjatan senjata, berhubung ‘jurus’ sebelumnya melalui mesin perangnya, Israel, tidak berhasil melumpuhkan Hizbullah dan/atau menyeret Iran dan Suriah ke konflik militer secara frontal.

Ini terlihat dari indikasi cukup lamanya tenggang waktu antara dimulainya serangan Isreal ke Libanon (12 Juli 2006) hingga keluarnya Resolusi 1701 DK PBB (11 Agustus 2006). Seolah-olah Amerika Serikat memberikan kesempatan pada Isreal untuk melakukan usaha penglumpuhan Hizbullah dan pemancingan tersebut. Begitu ini tidak berhasil, mereka mulai menjalankan plan B, melalui genjatan senjata.

Ada beberapa indikator yang saya jadikan acuan. Pertama, perang urat syaraf antara AS dan Iran yang terus berlangsung hingga kini. Kedua, pernyataan kemenangan yang diklaim oleh Hizbullah yang dilanjutkan oleh pemberian ganti rugi yang cukup besar kepada penduduk Libanon yang harta bendanya dihancurkan Israel. Ketiga, serangan diam-diam yang dilakukan Isreal terhadap Hizbullah pasca genjatan senjata. Serta, keempat, rencana perlucutan senjata Hizbullah oleh Pemerintah Libanon.

Dugaan saya, pasca genjatan senjata ini, AS akan menggunakan pisau bermata dua. Pisau pertama adalah ‘melumpuhkan’ Hizbullah, Suriah dan Iran melalui skenario genjatan senjata yang akan menguntungkan mereka dan Israel. Kedua, secara samar akan tetap memberikan dukungan pada Israel untuk tetap melakukan teror militer terhadap Hizbullah dan Palestina dimana ada kesempatan (lihat indikasi serangan Israel pasca perdamaian).

Saya punya keyakinan Hizbullah, Palestina, Iran dan Suriah juga bisa ‘membaca’ gerakan politik AS ini. Dengan demikian mereka pun akan melakukan aksi penangkalan dan balasan, sesuai dengan kapasitas dan kepentingan mereka.

Dengan mengacu pada paparan di atas. Saya masih pesimis, perdamaian hakiki atas dasar saling menghormati dan fair akan terwujud dalam waktu dekat ini. Konstelasi politik global yang tidak seimbang, sebagaimana yang telah saya ungkapkan dalam artikel sebelumnya, menjadi kendala utamanya.

Untuk itu, gerakan politik beberapa negara untuk, diantaranya, merevolusi tatanan di PBB, merupakan langkah yang tepat. Jika konstelasi politik di PBB bisa lebih mencerminkan keadaan real sekarang (bukan pasca Perang Dunia II) serta keadilan hak dan wewenang negara-negara anggotanya, secara perlahan dunia yang damai dan adil akan lebih mudah diwujudkan.

Saya sadar bahwa ini bukan hal yang mudah, perlu kerjasama politik yang lebih kuat diantara negara-negara yang dirugikan oleh tatanan PBB sekarang ini. Dengan strength point yang dimiliki sebenarnya Indonesia dapat berperan lebih aktif dalam menjalin kerjasama politik yang intensif dengan Jerman, India, Iran, Jepang, Afrika Selatan, Mesir, Brazil dan Argentina, untuk mempercepat keseimbangan konstelasi politik dunia terjadi. Mudah-mudahan!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home