Thursday, July 06, 2006

Fungsi Pemerintah : Memerintah, Melayani, Mengatur?

Akhir-akhir ini ada beberapa kejadian di Indonesia menginspirasi saya untuk merenung apa sebenarnya fungsi Pemerintah (Government), kenapa harus ada Pemerintah; dan apa yang akan terjadi jika tidak ada Pemerintah?

Berdasar pengamatan, ada 3 peran yang sering disebut-sebut, yaitu : Memerintah, Melayani dan Mengatur. Memerintah terkesan mengsubordinasi rakyat, sehingga masyarakat kurang menyukainya. Melayani akan dirasakan ‘merendahkan’ martabat aparat, jadi kurang diminati oleh Pemerintah. Bagaimana kalau Mengatur?

Saya berkeyakian Mengatur adalah tugas paling hakiki dari Pemerintah. Bisa kita bayangkan bagaimana kacaunya lalulintas jika tidak ada rambu dan polisi yang ‘mengaturnya’. Bagaimana akan makin tepuruknya kita jika tidak ada hukum yang mengatur tata hubungan antar masyarakat. Khusus untuk hukum, saya ngga berani bilang baik, karena menurut pendapat para pakar ada aturan hukum pun sudah kacau apalagi tidak (mungkin malah jadi baik kali, :-) ).

Peran ‘Memerintah’ dan ‘Melayani’ memang tetap penting tapi bukan yang utama. Sebaiknya digunakan pada saat benar-benar dibutuhkan/darurat (misalnya, pada saat terjadi bencana). Khusus untuk tugas ‘Melayani’ sebenarnya bisa didelegasikan kembali kepada masyarakat. Tapi, tentu saja, fungsi ‘Mengatur’ dan ‘Memerintah’ mohon tidak didelegasikan, itu mah bisa jadi repot euy!

Jika menilik sejarah secara singkat, pada awalnya ‘manajemen pemerintahan’ di Indonesia bisa dikatakan sama dengan beberapa Negara besar di Eropa, yaitu ada Raja (atau yang sepemaksudan, seperti Sultan, Kaisar, Tsar, dll.) dan ada Rakyat. Apapun namanya intinya sama, ada yang dipertuan dan ada yang menghamba (ada perbedaan derajat), ada yang memerintah, ada yang harus tunduk pada yang memerintah.

Di Eropa ‘manajemen pemerintahan’ kemudian banyak mengalami perubahan sejak revolusi Perancis, cepat ataupun lambat fungsi Raja dihilangkan, kalaupun ada hanya sebagai simbol dan bagian sejarah yang perlu dilestarikan. Varians-nya banyak, ada yang kearah demokrasi kapitalis, ada yang ke sosialis ada pula yang komunis. Yang paling berpengaruh nampaknya demokrasi kapitalis.

Indonesia ternyata menempuh jalur yang berbeda dari Eropa. Setelah ‘dijajah’ para Raja, berganti ‘dijajah’ negara lain. Setelah merdeka dan mencicipi berbagai varians demokrasi di bawah kepemimpinan karismatik Soekarno, Indonesia masuk ke era demokrasi Pancasila, yang sebenarnya bentuk yang lebih halus dan terselubung dari hubungan Raja-Rakyat. Dalam sejarah panjang tersebut, fungsi manajemen pemerintahan yang Memerintah di Indonesia tetap dominan.

Reformasi politik yang dimulai akhir tahun 1990-an, memang membawa perubahan. Banyak desakan dan tekanan agar fungsi Pemerintah diubah menjadi Melayani bukan lagi Memerintah. Walaupun demikian sepemahaman saya, sadar atau tidak sebagian besar birokrasi Pemerintah tetap didominasi oleh sikap Memerintah dibanding Melayani.

Pro-kontra Memerintah-Melayani telah mengaburkan peran yang sebenarnya lebih penting dari Pemerintah, yaitu Mengatur. Dalam benak saya, peran Mengatur harus berada dititik sentral 3 fungsi tersebut, sehingga peran Memerintah dan Melayani yang harus ‘diatur’ oleh peran Mengatur.

Secara filosofis, Memerintah itu berarti ‘di atas’ Rakyat, Melayani itu ada ‘di bawah’ Rakyat, sedangkan Mengatur ada ‘di tengah’ Rakyat. Dalam kasus Indonesia, dua fungsi pertama telah mengakibatkan manajemen pemerintahan menjadi tidak efektif sekaligus tidak efisien.

Fungsi Memerintah sebenarnya membutuhkan sedikit orang di Pemerintahan, bukankah hanya perlu satu Raja di sebuah kerajaan? Tetapi karena sifat manusia, banyaklah yang berlomba-lomba masuk ke Pemerintahan supaya bisa menjadi Raja. Karena pada faktanya terdapat banyak aparat Pemerintah, yang terjadi adalah pembagian kekuasaan memerintah, ada Raja Besar ada Raja Kecil, ada penguasa di sektor A ada yang disektor Z. Pembagian kekuasaan ini tidak didasarkan pada prinsip manajemen pemerintahan yang efektif dan efisien tetapi agar semua orang yang ada di pemerintahan memiliki peran dalam mata rantai Memerintah.

Fungsi Melayani jika dijalankan secara terpisah akan banyak membutuhkan banyak aparat Pemerintah, karena jumlah rakyat yang harus dilayani banyak. Tetapi jika fungsi ini benar-benar dilakukan, mungkin akan sedikit orang yang berminat. Dalam benak kebanyakan orang melayani bukanlah pekerjaan yang terhormat. Sangat sedikit yang berminat, kalaupun ada mungkin karena terpaksa.

Aparat Pemerintah plus Pegawai Negeri di Indonesia jumlahnya banyak tetapi bukan untuk kebutuhan Melayani karena lebih suka mengambil peran Memerintah. Sebuah kenyataan yang sangat ironis; dan seperti yang sudah mahfum, pada praktiknya menimbulkan masalah ketidakefektifan dan inefisiensi. Banyak hal yang mudah menjadi sulit, yang seharusnya bisa cepat menjadi lambat, yang mustinya murah justru mahal. Yang tidak perlu diatur malah diatur, yang perlu diatur dibuat semerawut. Dan sebagainya.

Dalam melaksanakan fungsinya, Mengatur jauh lebih sulit dari Memerintah ataupun Melayani. Untuk bisa Memerintah hanya butuh legitimasi kekuasaan, setelah itu diperoleh, apapun bisa dilakukan terlepas tindakannya dianggap bodoh, sewenang-wenang dan lain-lain. Melayani pun bisa dilakukan dengan cukup mudah, karena melayani itu hanya melaksanakan apa yang diminta. Tidak perlu banyak berpikir untuk melayani, just do it as it’s intend to do.

Untuk Mengatur butuh kemampuan lebih. Butuh kompetensi, butuh visi, butuh kemampuan mendengarkan, butuh kemampuan berkomunikasi, butuh kemampuan bernegosiasi sekaligus beragumentasi. Harus memiliki kepekaan, open-minded, mau bekerja keras, bersedia berkorban, tidak mementingkan diri sendiri dan sebagainya, dan sebagainya. Oleh karena itu yang diperbolehkan Mengatur harus benar-benar orang pilihan, kalau bisa yang terbaik yang dimiliki bangsa Indonesia.

Karena karakteristik tersebut, orang-orang yang memenuhi syarat sebagai Pengatur mungkin tidak punya ambisi untuk menjadi aparat Pemerintah. Bersedia Melayani tetapi tidak mau diatur oleh rakyatnya. Perlu strategi khusus untuk memasukkan orang-orang semacam ini ke jajaran Pemerintahan.

Karena kualifikasinya juga, orang-orang semacam ini tidak boleh digaji murah. Mereka harus dibayar mahal. Negara kita hanya butuh sedikit orang semacam ini, sehingga aparat Pemerintah tidak perlu banyak seperti sekarang. Dengan demikian, manajemen pemerintahan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Mari kita berandai-andai, jika saja anggaran rutin untuk belanja pegawai tidak naik, tetapi jumlah aparat yang menjalankan fungsi Mengatur hanya dibutuhkan ¼ dari yang ada sekarang. Bila gaji terendah seorang aparat adalah Rp 1 juta, maka setelah dirasionalisasi menjadi Rp 4 juta. Bila gaji seorang Presiden sekarang sekitar Rp 100 juta, maka mungkin bisa menjadi Rp 400 juta. Untuk sebuah Negara besar dengan kompleksitas masalah yang sangat tinggi, gaji Presiden Rp 400 juta mungkin masih terlalu kecil, tetapi bukan itu poinnya.

Yang saya harapkan adalah jumlah aparat pemerintah (dengan fungsi utama Mengatur) tidak perlu banyak-banyak. Mereka adalah orang-orang pilihan. Mereka digaji besar, tetapi bukan karena pamrih tetapi sebagai bentuk penghargaan atas tugasnya sebagai Pengatur yang pasti tidak mudah.

Jika menggunakan jargon SDM aparat Pemerintah adalah hanya terdiri atas para ahli pekerjaan manajerial dan spesialis. Tidak perlu ada aparat Pemerintah pada lower management. Banyak pekerjaan-pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh aparat Pemerintah dan Pegawai Negeri sebenarnya bisa dilakukan oleh pihak swasta dan masyarakat. Yang penting semua hal tersebut harus masih dalam kerangka diatur dan diawasi oleh aparat Pemerintah.

Dalam melaksanakan pekerjaannya, semua aparat Pemerintah harus dilengkapi fasilitas kerja yang paling canggih dan terbaik, tentu saja sesuai dan relevan dengan tugas masing-masing aparat. Karena jumlahnya relatif sedikit hal ini tentunya bukan hal yang terlalu sulit untuk dipenuhi. Semua ini bukan untuk show off, tetapi semata-mata demi efisiensi dan kefektifan pekerjaan mereka yang super berat.

Sangat disadari, mengubah kondisi aparat Pemerintah sekarang ini menjadi sebagaimana yang sudah dipaparkan bukanlah hal mudah, tetapi bukan pula sesuatu yang mustahil. Kebutuhannya bukan sekedar reformasi tetapi mungkin revolusi. Sejarah bangsa-bangsa sudah menunjukkan bahwa untuk menjadi bangsa yang unggul bukan pekerjaan mudah, perlu kemauan yang kuat untuk berubah, kerja keras dan kesediaan berkorban.

Dan yang tidak kalah penting adalah diperlukannya terobosan-terobosan cara berpikir dan bertindak. Tanpa terobosan kita akan tetap tertinggal seperti sekarang. Jika negara-negara diibaratkan mobil-mobil dibalapan F1 dan mobil kita selalu berada dibarisan paling bontot pole position karena sudah ketinggalan jaman. Mungkin kita perlu berpikir untuk menggantinya saja dengan mobil baru dari pada memperbaiki mobil lama. Pembalap jempolan seperti Fernando Alonso atau Michael Schumacher pun tidak akan berdaya bertarung dengan mobil butut seperti ini.

Pilihan-pilihan telah tersedia, keputusan ada di tangan kita. Jalan yang kita pilih akan menentukan capaian yang kita peroleh. Jika kita sadar betul akan pilihan yang diambil, tentunya tidak perlu menyesal dan menyalahkan negara lain atas capaian tersebut.